🐫 Analisis Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

Abstract Kata Kunci : Majas, Novel Penelitian ini dilatarbelakangi dengan adanya ketertarikan peneliti tentang majas dalam novel. Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Karya Ham Saatsedang bersiap-siap, tersiar kabar bahwa kapal Van Der Wijck tenggelam. Seketika Zainuddin langsung syok, dan langsung pergi ke Tuban bersama Muluk untuk mencari Hayati. Di sebuah rumah sakit di daerah Lamongan, Zainuddin menemukan Hayati yang terbarng lemah sambil memegangi foto Zainuddin. Resistensiperempuan terhadap tradisi-tradisi di pesantren: Analisis wacana kritis terhadap novel Perempuan Berkalung Sorban. Jurnal Kawistara, 6 (2), 144–156. Keunikan budaya Minangkabau dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka dan strategi pemasarannya dalam konteks Masyarakat Ekonomi Asean. Dalam Proceedings Education Tenggelamnyakapal van der wijck (2013) hayati pulang ke kampung halamannya dengan menaiki kapal van der wijck Dan hebatnya lagi, semua lagu itu tidak menghilangkan Kapal Van der Wijck memang lebih dikenal dengan novel karya Hamka yang legendaris com, Pada blog ini dengan judul Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Ganool, kami sudah Novel“Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” merupakan bentuk pemberontakan jiwa HAMKA pada kungkungan budaya matrilinear yang dianut masyarakat sekitarnya. HAMKA yang lahir dan dibesarkan dalam keluarga yang religius menganggap budaya matrilinear tidak tepat. Dengan demikian, proses analisis data dilakukan melalui tahapan (1) mereduksi DalamTenggelamnya Kapal van der Wijck terlihat bagaimana Datuk.. menerima orang yang kaya untuk menjadi menantu mereka dan menolak orang miskin untuk kegiatan itu. 5) Sastra sebagai Catatan Warisan Kultural Thesis S2 saya adalah tentang analisis 2 novel produksi pujangga Indonesia awal abad 20. Saya tinggal di Ciledug, Tangerang, dengan Dalamnovel yag berjudul Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka menggunakan maju mundur. Penulis awalnya menceritakan kondisi Zainuddin, kemudian menceritakan masa lampau dimana Zainuddin belum lahir, kemudian kembali ke masa sekarang lagi dan kemudian berlanjut ke kisah kehidupan Zainuddin. Ada lima tingkatan alur, yaitu: 1. Penggalancerita pada roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka sebagai berikut : “Mula-mula datang, sangatlah gembira hati Zainuddin telah sampai ke negeri yang selama ini jadi kenang-kenagannya.”(1986 :26) 5. Karakter Pada roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka terdapat beberapa karakter di antaranya: Salahsatunya dalam hal pernikahan. Ketika kita melihat realita yang terjadi sekarang, jauh lebih baik dari film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karena pada dasarnya hubungan tidak menekankan kepada etnis akan tetapi lebih mengedepankan kasih sayang dan perasaan karena sifatnya yang demokrasi dalam bingkai kebersamaan sosial masyarakat. v8327m. Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck oleh Hamka merupakan salah satu novel klasik yang sangat terkenal di Indonesia. Novel yang diterbitkan pada tahun 1926 ini menceritakan tentang perjuangan seorang pemuda Minangkabau bernama Maulana yang ingin memenuhi keinginan ayahnya untuk menyelesaikan pendidikannya di Batavia. Namun, ia harus menghadapi berbagai masalah seperti persoalan cinta dan intrinsik novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck mencakup beberapa hal, mulai dari alur cerita, latar belakang, tokoh, dan lainnya. Pada artikel ini, kita akan menganalisis unsur-unsur intrinsik tersebut secara lebih CeritaAlur cerita dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck berjalan dalam sudut pandang orang ketiga. Novel ini dimulai dengan bercerita tentang Maulana yang ingin melanjutkan pendidikan di Batavia. Ia berangkat dari Minangkabau bersama ayahnya, yang di saat bersamaan juga berangkat untuk menyelesaikan hajinya. Di tengah perjalanan, kapal mereka pun terkena badai dan akhirnya mendapatkan bantuan dari kapal lain, Maulana dan ayahnya pun tiba di Batavia. Di sana, Maulana bertemu dengan beberapa tokoh penting seperti Datuk Perkasa, Datuk Maringgih, dan Raden Mas Said. Di sini, Maulana juga harus menghadapi berbagai masalah, seperti cintanya yang tersiar, persoalan keluarga, dan lainnya. Novel ini pun berakhir dengan Maulana yang berhasil menyelesaikan pendidikannya dan kembali ke kampung BelakangLatar belakang novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck berlatar di Minangkabau dan Batavia sekarang Jakarta. Hal ini penting untuk mengetahui karena novel ini bercerita tentang perjuangan seorang pemuda Minangkabau untuk menyelesaikan pendidikannya di Batavia. Novel ini juga menceritakan tentang kehidupan di Minangkabau pada masa itu, termasuk adat dan budaya itu, novel ini juga menceritakan tentang kehidupan di Batavia pada masa itu. Di Batavia, Maulana bertemu dengan beberapa tokoh penting seperti Datuk Perkasa, Datuk Maringgih, dan Raden Mas Said. Novel ini juga menceritakan tentang kehidupan di Batavia pada masa itu, termasuk budaya dan adat di wilayah utama dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck adalah Maulana. Ia merupakan seorang pemuda Minangkabau yang ingin melanjutkan pendidikannya di Batavia. Ia adalah tokoh yang kuat, berani, dan teguh pada prinsip. Ia juga berjuang untuk memenuhi keinginan ayahnya dan menyelesaikan Maulana, ada juga beberapa tokoh lain yang memiliki peran penting dalam novel ini. Beberapa di antaranya adalah Datuk Perkasa, Datuk Maringgih, Raden Mas Said, dan sebagainya. Mereka berperan sebagai mentor, penasihat, dan teman bagi utama dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck adalah perjuangan. Novel ini menceritakan tentang perjuangan seorang pemuda Minangkabau bernama Maulana yang ingin memenuhi keinginan ayahnya untuk menyelesaikan pendidikannya di Batavia. Perjuangan Maulana tidak hanya melibatkan dirinya sendiri, tapi juga orang-orang di itu, tema lain yang juga ditampilkan dalam novel ini adalah persahabatan, cinta, keluarga, dan keadilan. Novel ini juga mengajarkan kita tentang pentingnya memegang teguh prinsip dan menghormati orang BahasaGayan bahasa yang digunakan dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck adalah bahasa Indonesia yang santai. Penggunaan bahasa santai ini dimaksudkan agar novel ini mudah dipahami oleh pembaca. Penggunaan bahasa ini juga membuat novel ini lebih menarik dan mudah dicerna itu, gaya bahasa yang digunakan juga berfokus pada pemakaian kata-kata yang bersifat sederhana dan mudah dipahami. Penggunaan bahasa sederhana ini dimaksudkan agar pembaca mudah memahami maksud dari novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck ditulis oleh seorang pengarang terkenal bernama Hamka. Ia adalah seorang ulama, politisi, dan novelis yang lahir di Minangkabau pada tahun 1908. Selain novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Hamka juga menulis beberapa novel lainnya seperti Sitti Nurbaya, Idaman Kekal, dan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck adalah salah satu karya Hamka yang paling terkenal. Novel ini menceritakan tentang perjuangan seorang pemuda Minangkabau untuk menyelesaikan pendidikannya di Batavia. Novel ini juga mengajarkan kita tentang pentingnya memegang teguh prinsip dan menghormati orang Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck merupakan salah satu novel klasik yang sangat terkenal di Indonesia. Novel karya Hamka ini menceritakan tentang perjuangan seorang pemuda Minangkabau untuk menyelesaikan pendidikannya di Batavia. Unsur intrinsik dari novel ini meliputi alur cerita, latar belakang, tokoh, tema, gaya bahasa, dan ini juga mengajarkan kita tentang pentingnya memegang teguh prinsip dan menghormati orang lain. Dengan demikian, novel ini menjadi salah satu novel klasik yang bisa menginspirasi dan menghibur pembaca. ANALISIS NOVEL “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” Karya HAMKA Oleh Azizah Rahmawati XI MIPA 1 / 17031 SMA NEGERI 2 MALANG Jl. Laksamana Martadinata 84 Malang, telepon 0341366311-364357 Fax. 0341366311/364357 ext. 106 2016 / 2017 Sinopsis Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Di wilayah Mengkasar, di tepi pantai, antara Kampung Baru dan Kampung Mariso ada sebuah rumah bentuk Mengkasar. Di sanalah hidup seorang pemuda berumur 19 tahun bernama Zainuddin. Saat ia termenung, ia teringat pesan ayahnya ketika akan meninggal. Ayahnya mengatakan bahwa negeri aslinya bukanlah Mengkasar. Saat Zainuddin masih kecil, ibunya meninggal. Beberapa bulan kemudian ayahnya menyusul ibunya. Ia diasuh Mak Base. Pada suatu hari, Zainuddin meminta izin Mak Base untuk pergi ke Padang Panjang, negeri asli ayahnya. Dengan berat hati, Mak Base melepas Zainuddin pergi. Sampai di Padang Panjang, Zainuddin langsung menuju Batipuh. Sesampai di sana, dia sangat senang, tapi lama-lama kabahagiaannya itu hilang karena dia masih dianggap orang asing, dianggap orang Bugis, orang Mengkasar. Betapa malang dirinya, karena di negeri ibunya ia juga dianggap orang asing, orang Padang. Ia pun jenuh hidup di padang, dan saat itulah ia bertemu Hayati, seorang gadis Minang yang membuat hatinya berdebar, menjadikannya alasan untuk tetap hidup di sana. Berawal dari surat-menyurat, mereka pun menjadi semakin dekat dan akhirnya saling suka. Kabar kedekatan mereka tersebar luas dan menjadi bahan gunjingan semua orang Minang. Karena keluarga Hayati merupakan keturunan terpandang, maka hal itu menjadi aib bagi keluarganya. Zainuddin dipanggil oleh mamak Hayati, dengan alasan demi kebaikan Hayati, mamak Hayati menyuruh Zainuddin pergi meninggalkan Batipuh. Zainuddin pindah ke Padang Panjang dengan berat hati. Hayati dan Zainuddin berjanji untuk saling setia dan terus berkiriman surat. Suatu hari, Hayati datang ke Padang Panjang. Dia menginap di rumah temannya bernama Khadijah. Satu peluang untuk melepas rasa rindu pun terbayang di benak Hayati dan Zainuddin. Namun hal itu terhalang oleh Aziz kakak Khadijah yang juga tertarik oleh kecantikan Hayati. Mak Base meninggal, dan mewariskan banyak harta kepada Zainuddin. Karena itu ia akhirnya mengirim surat lamaran kepada Hayati di Batipuh. Hal itu bersamaan pula dengan datangnya rombongan dari pihak Aziz yang juga hendak melamar Hayati. Zainuddin tanpa menyebutkan harta kekayaan yang dimilikinya, akhirnya ditolak oleh ninik mamak Hayati dan menerima pinangan Aziz yang di mata mereka lebih terpandang. Zainuddin sangat sedih menerima penolakan tersebut. Setelah pernikahan Hayati, Zainuddin jatuh sakit. Untuk melupakan masa lalunya, Zainuddin dan Muluk pindah ke Jakarta. Di sana Zainuddin mulai menunjukkan kepandaiannya menulis. Karyanya dikenal masyarakat dengan nama letter “Z”. Zainuddin dan Muluk pindah ke Surabaya, dan ia pun akhirnya menjadi pengarang terkenal yang dikenal sebagai hartawan yang dermawan. Hayati dan Aziz juga pindah ke Surabaya. Semakin lama watak asli Aziz semakin terlihat juga. Ia suka berjudi dan main perempuan. Kehidupan perekonomian mereka makin memprihatinkan dan terlilit banyak hutang. Mereka diusir dari kontrakan, dan secara kebetulan mereka bertemu dengan Zainuddin. Mereka menumpang di rumah Zainuddin. Karena tak kuasa menanggung malu atas kebaikan Zainuddin, Aziz meninggalkan istrinya untuk mencari pekerjaan ke Banyuwangi. Beberapa hari kemudian, datang dua surat dari Aziz. Yang pertama berisi surat perceraian untuk Hayati, yang kedua berisi surat permintaan maaf dan permintaan agar Zainuddin mau menerima Hayati kembali. Setelah itu datang berita bahwa Aziz ditemukan bunuh diri di kamarnya. Hayati juga meminta maaf kepada Zainuddin dan rela mengabdi kepadanya. Namun karena masih merasa sakit hati, Zainuddin menyuruh Hayati pulang ke kampung halamannya saja. Esok harinya, Hayati pulang dengan menumpang Kapal Van Der Wijck. Setelah Hayati pergi, barulah Zainuddin menyadari bahwa ia tak bisa hidup tanpa Hayati. Apalagi setelah membaca surat Hayati tentang perasaan cinta Hayati kepada Zainuddin. Maka segeralah ia hendak menyusul Hayati ke Jakarta. Saat akan berangkat, tersiar kabar bahwa kapal Van Der Wijck tenggelam. Seketika Zainuddin langsung kaget, dan langsung pergi ke Tuban bersama Muluk untuk mencari Hayati. Di sebuah rumah sakit di daerah Lamongan, Zainuddin menemukan Hayati yang terbaring lemah sambil memegangi foto Zainuddin. Dan hari itu adalah pertemuan terakhir mereka, karena setelah Hayati berpesan kepada Zainuddin, Hayati meninggal dalam dekapan Zainuddin. Sejak saat itu, Zainuddin menjadi pemenung. Dan tanpa disadari siapapun ia meninggal dunia. Kata Muluk, Zainuddin meninggal karena sakit. Dia dikubur bersebelahan dengan pusara Hayati. Unsur Intrinsik Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck I. Tema Novel yang berjudul Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck ini bertema tentang cinta yang sejati, tulus, dan cinta yang setia. Tetapi tidak dapat dipersatukan dan tak tersampaikan karena tradisi adat Minangkabau yang begitu mengikat dan terlalu mendiskriminasi adat lainnya pada saat itu. Selain itu, novel karya Hamka ini juga bertema kisah perjalanan dan perjuangan seseorang bernama Zainudin dalam meraih kesuksesannya. Bukti, ““Zainudin bukan mencintai saya sebagai mana engku katakan itu, tetapi dia hendak menuruti jalan yang lurus, dia hendak mengambil saya jadi istrinya.” “Mana bisa jadi, Gadis. Menyebut saja pun tidak pantas, kononlah melangsungkan.” “Bagaimana tidak akan bisa jadi, bukankah Zainudin manusia? Bukankah dia keturunan Minangkabau juga?” “Hai Upik, baru kemarin kau memakan garam dunia, kau belum tahu belit-belitnya. Bukankah kau sembarang orang, bukan tampan Zainudin itu jodohmu. Orang yang begitu tak dapat untuk menggantungkan hidupmu, pemenung, pehiba hati, dan kadang-kadang panjang angan-angan. Di zaman sekarang haruslah suami penumpangkan hidup itu seorang yang tentu pencaharian, tentu asal usul. Jika perkawinan dengan orang yang demikain langsung, dan engkau beroleh anak, kemamakah anak itu akan berbako? Tidakkah engkau tahu bahwa Gunung Merapi masih tegak dangan teguhnya? Adat masih berdiri dengan kuat, tidak boleh lapuk oleh hujan, tak boleh lekang oleh panas?”…” halaman 61 II. Alur Dalam novel yag berjudul Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka menggunakan maju mundur. Penulis awalnya menceritakan kondisi Zainuddin, kemudian menceritakan masa lampau dimana Zainuddin belum lahir, kemudian kembali ke masa sekarang lagi dan kemudian berlanjut ke kisah kehidupan Zainuddin. Ada lima tingkatan alur, yaitu 1. Tahap Pengenalan “…Di tepi pantai, di antara kampung Bara dan Kampung Mariso berdiri sebuah rumah bentuk Mengkasar, yang salah satu jendelanya menghadap ke laut. Di sanalah seorang anak muda yang berusia kira-kira 19 tahun duduk termenung seorang diri menghadapkan mukanya ke laut. Meskipun matanya terbentang lebar, meskipun begitu asyik dia memperhatikan keindahan alam di lautan Makasar, rupanya pikirannya telah melayang jauh sekali, ke balik yang tak tampak di mata, dari lautan dunia pindah ke lautan khayal. …” Halaman 10 2. Tahap Konflik “…Sesungguhnya persahabatan yang rapat dan jujur diantara kedua orang muda itu, kian lama kian tersiarkan dalam dudun kecil itu. Di dusun belumlah orang dapat memandang kejadian ini dengan penyelidikan yang seksama dan adil. Orang belum kenal percintaan suci yang terdengar sekarang, yang pindah dari mulut ke mulut, ialah bahwa Hayati, kemenakan Dt…...telah berintaian bermain mata, berkirim-kirim surat dengan anak orang Mengkasar itu. Gunjing, bisik dan desus perkataan yang tak berujung pangkal, pun ratalah dan pindah dari satu mulut ke mulut yang lain, jadi pembicaraan dalam kalangan anak muda-muda yang duduk di pelatar lepau petang hari. Hingga akhirnya telah menjadi rahasia umum. Orang-orang perempuan berbisik-bisik dipancuran tempat mandi, kelak bila kelihatan Hayati mandi di sana, mereka pun berbisik dan mendaham, sambil melihat kepadanya dengan sudut mata. Anak-anak muda yang masih belum kawin dalam kampung sangat naik darah. Bagi mereka adalah perbuatan demikian merendahkan derajat mereka seakan-akan kampung tak berpenjaga. Yang terutama sekali yang dihinakan orang adalah persukuan Hayati, terutama mamaknya sendiri Dt…yang dikatakan buta saja matanya melihat kemenakannya membuat malu, melangkahi kepala ninik-mamak. …” Halaman57 3. Tahap Peningkatan Konflik “Kalau dia tertolak lantaran dia tidak berwang maka ada tersedia wang Rp yang dapat dipergunakan untuk menghadapi gelombang kehidupan sebagai makhluk yang tawakkal. …” halaman 109 “ kini hidup Zainudin telah sukses. Namun hal itu bertolak belakang dengan kehidupan aziz. Suatu hari Aziz bertemu dengan Zainuddin dan kemudian menumpang rumah di rumah Zainuddin.. kedatangan mereka diterima oleh Zanuddin dan muluk dengan hati suci, penerimaan sahabat kepada sahabatnya.” Halaman 171 4. Tahap Klimaks Aziz meminta Zainuddin untuk menikah dengan Hayati. Walaupun Zainuddin masih mencintai Hayati, namun karena rasa sakit hati yang mendalam, akhirnya Zainuddin menolak permintaan tersebut dan memutuskan memulangkan Hayati ke kampung halaman menggunakan Kapal Van Der Wijck. Uraian tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut “…Bila terjadi akan itu, terus dia berkata “Tidak Hayati! Kau mesti pulang kembali ke Padang! Biarkan saya dalam keadaan begini. Pulanglah ke Minangkabau! Janganlah hendak ditumpang hidup saya, orang tak tentu asal… Negeri Minangkabau beradat!... Besok hari Senin, ada kapal berangkat dari Surabaya ke Tanjung Priuk, akan terus ke Padang! Kau boleh menumpang dengan kapal itu ke kampungmu. …” Halaman 187 ”Di pagina pertama, dengan huruf yang besar-besar telah bertemu perkabaran “KAPAL VAN DER WIJCK TENGGELAM”. Dia terhenyak di tempat duduknya, badannya bergetar, dan perkabaran itu dibacanya terus.” KAPAL VSN DER WIJCK TENGGELAM” dari detik ke detik kapal itu semakin hilang ke dalam dasar lautan.” Halaman 201. 5. Tahap Penyelesaian “ oleh seorang juru rawat ditunjukanlah sebuah ranjang, yang disana sedang terbaring seorang perempuan muda yang mukanya telah pucat. Hayati! Kepalanya penuh dengan perban dan kakinya pun demikian pula… masih bernafas” Halaman 204 “Muluk tegak dengan tenang melihat perempuan muda itu melepaskan hidupnya yang penghabisan. Zainuddin bingung dan melihat ke wajah Muluk…Zainuddin tidak dapat menahan hatinya lagi, didekatinya kepala mayat itu, dibarutnya rambut yang bergelung, air matanya membasahi pipi si mayat, ia meniarap laksana seorang budak mencium tangan penghulunya beberapa saat lamanya,…tubuh Zainuddin kian lama kian lemah, dada sesak, pikiran selalu duka dan sesal yang tiada karang…Muluk bercerita,”tidak ku sangka-sangka guruku, sahabatku dan orang yang paling kucinta itu akan selekas itu meninggalkan saya. …Tengah hari kemarin mayatnya telah dikuburkan didekat kuburan Hayati, orang yang dicintainya itu. …” Halaman 212 III. Tokoh dan Penokohan 1. Zainuddin Penokohan 1. Seorang pemuda yang baik hati, Bukti “Zainuddin seorang yang terdidik lemah lembut, didikan ahli seni, ahli sya’ir, yang lebih suka mengalah untuk kepentingan orang lain”. Halaman 27 2. Dermawan, bukti “…wang itu mesti mamak perniagakan sebagai biasa. Yang akan saya bawa hanyalah sekedar ongkos kapal ke Padang. Perniagakan wang itu, ambil untungnya tiap-tiap bulan buat belanja mamak…” halaman 23 3. Alim, “… Hayati! apa yang kulihat kemarin? mengapa telah berubah pakaianmu, telah berubah gayamu? Mana baju kurungmu? Bukankah adinda orang dusun! Saya bukan mencela bentuk pakaian orang kini, yang saya cela ialah cara yang telah berlebih-lebihan, dibungkus perbuatan terlalu’ dengan nama mode’. Kemarin, Adinda pakai baju yang sejarang-jarangnya, hampir separoh dada Adinda kelihatan, sempit pula gunting lengannya, dan pakaian itu dibawa ketengah-tengah ramai. Kakanda percaya, bahwa yang demikian bukan kehendak Hayati yang sejati, Hayati hanya terturut kepada kehendak perempuan zaman kini, padahal kemajuan jauh dari itu. Apakah tujuan kemajuan itu kepada perubahan pakaian sampai begitu, Hayati? Hayati, kehidupanku! Pakailah pakaianmu yang asli kembali, letakan pakaian dusunmu. Maafkanlah hayati, bahwa Hayati sangat cantik, dan kecantikkannya itu bukannya dibantu pakaian, tetapi ciptaan sejak dia dilahirkan. …” halaman 88 4. hidupnya penuh kesengsaraan oleh cinta, bukti Dia teringat akan dirinya, tak bersuku, tak terhindu, anak orang terbuang, dan tidak dipandang sah dalam adat Minangkabau. Sedang Hayati seorang anak bangsawan, turunan penghulu-penghulu pucuk bulat urung tunggang yang berpendam perkuburan, berasap berjeramai didalam negeri Batipuh itu.” Halaman 59 5. Bertawakal, bukti “Kalau dia tertolak lantaran dia tidak berwang maka ada tersedia wang Rp yang dapat dipergunakan untuk menghadapi gelombang kehidupan sebagai makhluk yang tawakkal. …” halaman 118. 6. Perhatian, bukti “ Berangkat lebih dulu encik pulang ke Batipuh, marah mamak dan bu enck kelak jika terlambat benar akan pulang pakaillah payung ini, berangkatlah sekarang juga.” Halaman 24. 7. Suka termenenung, bukti “ meskipun matanya terpentang lebar, meski begitu asyik dia memperhatikan keindahan alam di lautan mengkasar, rupanya pikiranya telah melayang jauh sekali, ke balik yang tak Nampak di mata, dari mata, dari lautan dunia pindah ke lautan khayal.” Halaman 4 8. Tidak berdaya, bukti “dia melangkah, langkahnya tertegun. Di tentang rumah Hayati, sengaja, ditekurkannya kepalanya karena sudah pupus harapannya hendak bertemu bunga harum berpagar duri, yang dari sana penyakitnya dan di sana pula obatnya.” Halaman 57 9. sering putus asa, tetapi cepat bangkit lagi, bukti “ mendengar segala cerita yang keluar dari mulut orang tua itu, mata Zainnudin kembali terbuka, lebih-lebih mendengar perempuan itu menceritakan kebaikan hati muluk yang selama ini hanya berkenalan dari jauh saja dengan dia.” Halaman 115 10. mudah rapuh, bukti “ dilipatnya surat itu baik-baik. Setelah itu dia duduk beberapa saat lamanya. Tidak tentu haluan yang akan diturutnya.” Halaman 113 11. Lemah lembut Bukti “Zainuddin seorang yang terdidik lemah lembut, didikan ahli seni, ahli sya’ir, yang lebih suka mengalah untuk kepentingan orang lain”. Halaman27. 12. Setia, bukti “ demikianpulalah di antara Zainuddin denga Muluk. Sejak dia sakit sampai sembuhnya, tidaklah pernah terpisah lagi di antara kedua orang itu.” Halaman 137. 13. Sederhana, bukti “Dia teringat akan dirinya, tak bersuku, tak terhindu, anak orang terbuang, dan tidak dipandang sah dalam adat Minangkabau.” Halaman 59 2. Hayati Penokohan 1. Cantik, bukti “hayati yang cantik! Yang menerbitkan iri hati dalam kalangan kawan-kawannya.” Halaman 81 2. Penurut, bukti “ bagaimana…. Yang akan baik kata ninik mamak saja… saya menurut!” halaman 106 3. Murah senyum, bukti “ terima kasih tuan, atas budi yang baik itu,” ujar Hayati sambil senyum, senyum bulan kehilang, entah jadi entah tdak. Halaman 25 4. Mudah kasihan, bukti “ terbangunlah perasaan dari hati Sanubari Hayati melihat nasib anak muda itu” halaman 136 5. Tulus, bukti “ sabar…Zain, cahaya kematian telah terbayang di mukaku! Cuma, jika kumati.. hatiku telah senang, sebab telah kuketahui bahwa engkau masih cinta padaku.” Halaman 206. 6. Setia, bukti “ saya akan berkata terus terang kepadamu, saya akan panggilkan kembali namamu sebagamana dulu pernah saya panggilkan, Zainuddin! Saya akan sudi menanggungkan segenap cobaan yang menimpa diriku itu, asal engkau sudi memaafkan segenap kesalahanku.” Halaman 186 7. Lemah lembut dan rela berkorban, bukti “ karena Hayati adalah seorang lemah lembut yang lebih suka berkorban , harta jiwanya sendiri, darpada mengganggu orang lain.” halaman 169 3. Aziz Penokohan 1. Kejam, Bukti “…..ketika akan meninggalakan rumah itu masih sempat juga Aziz menikamkan kata-kata yang tajam ke sudut hati Hayati…..sial”. Halaman 181 2. Suka berjanji, bukti “ sudah sekan lama Tuan Aziz ini dari janji ke janji saja. Saya tidak sabar lagi, akan saya minta pertolongan yang berwajb.” Halaman 170 3. Suka berjudi dan main perempuan, bukti “ dia perg berjud. Kalau da menang, maka uang kemenangan itu dibawanya bersama teman-temannya untuk mencari perempuan.” Halaman 168 4. Jarang pulang, bukti “ kian sehari, kian sebulan, kian nyatalah bahwa kepuasan Aziz hanya diluar rumah. Telah bosan dia di dlam rumahnya, bosan dengan istrinya yang setia.” Halaman 168 Penokohan 1. Membela kakaknya, bukti “ dahulu masih ada kepercayaan Hayati mengirim surat mengadukan halnya dan menumpahkan perasaan hatinya kepada khadijah, tetapi akhrnya dia undurkan diri, karena dia telah tahu bahwa Khadijah berpihak pada saudaranya jua.” Halaman 164 2. Berpendidikan, bukti “ Khadijah orang kota, tinggal di rumah berbentuk kota, kaum kerabatnya pun telah dilingkungi oleh pergaulan dan hawa kota, saudara-saudaranya bersekolah dalam sekoah- sekolah menurut pendidkan zaman baru. “ halamn 71. 3. Tidak beradat, bukti “ pakaan begini tak diadatkan di negeri kita.” Halaman 73. 4. Suka menghina, bukti “ “mengapa terhenti hayati?” Tanya Khadijah sambil melihat tenang-tenang kepada Zainuddin dengan penglihatan menghina.” Halaman 75 5. Muluk Penokohan 1. Motivator, “ tenaga mudamu, darahmu yang masih panas, kepalamu yang masih sanggup bertempur dengan peri penghidupan telahdirampas dan dirusakbinasakan oleh perempuan itu. Jangan mau guru ! Guru mesti tegak kembali. Langkahkan kaki ke medan perjuangan, yang selalu meminta tentara, yang selalu kekurangan serdadu!” halaman 140. 2. Setia, bukti “ tiap- tiap rembukan yang mengenai kepentungan bangsa, menolong orang yang sengsara, pekerjaan amal, senantiasalah Zainuddin atau Shabir jadi ikutan orang banyak. Dan muluk sahabatnya yang setia.” Halaman 159 6. Mamak hayati Penokohan 1. Materialistis, bukti “ setelah kami timbang melarat dan manfaatnya azizlah yang kami terima.” Halaman 105 2. Terlalu mementingkan jabatan. “ hai Hayati! Jangan engkau ukur keadaan kampungmu dengan kitab-kitab yang engkau baca. Percintaan hanyalah khayal dongeng dalam kitab saja. Kalau bertemu dengan pergaulan hidup, cela besar namanya, meruakkan nama, merusakkan ninik mamak. Korong kampong, rumah halaman” halaman 53. 3. Menjungjung tinggi adat, bukti “ tidakkah engkau tahu bahwa Gunung Merapi masih tegak dengan teguhnya? Adat mash berdiri dengan kuat,tak boleh lapuk oleh hujan, tak boleh lekang oleh panas.” Halaman 53 IV. Sudut Pandang Penulis dalam meceritakan Novel tersebut menggunakan sudut pandang orang ke tiga. Bukti, “Di tepi pantai, di antara kampong baru dan kampong Mariso berdiri sebuah rumah bentuk Mengkasar, yang salah satu jendelanya menghadap ke laut. Di sanalah seorang anak muda yang berusia kira-kira 19 tahun duduk termenung seorang dirinya menghadapkan mukanya ke laut. Meskipun matanya terpentang lebar, meskipun begitu asyik dia memperhatikan keindahan alam di lautan Mengkasar, rupannya oikirannya telah melayang jauh sekali ke balik yang tak tampak di mata, dari lautan dunia pindah ke lautan khayal” Halaman 4 V. Latar ~ Tempat “…Di tepi pantai, diantara kampung Baru dan Kampung Mariso berdiri sebuah rumah bentukMengkasar , yang salah satu jendelanya menghadap kelaut. Disanalah seorang anak muda yang berusia kira-kira 19 tahun duduj termenung seorang dirinya menghadapkan mukanya kelaut. Meskipun matanya terpentang lebar, meskipun begitu asyik dia memperhatikan keindahan alam dilautan Mengkasar , rupanya pikirannya telah melayang jauh sekali, kebalik yang tak tampak dimata, dari lautan dunia pindah kelautan khayal.” Halaman 4 “Bilamana Zainudin telah sampai ke Padang panjang, Negeri yang ditujunya, telah diteruskannya perjalanan ke Dusun Batipuh, karena menurut keterangan orang tempat dia bertanya, disanalah negeri ayahnya asli.” Halaman 20 “Ditinggalkannya Pulau Sumatera, masuk ke Tanah Jawa, medan perjuangan penghidupan yang lebih luas. Sesampinya di Jakarta, di sewanya sebuah kamar kecil disuatu kampung yang sepi, bersama sahabatnya Muluk.” halaman 145 “Ajaib, sekian lama di Surabaya, baru sekali ini kita bertemu.” 1961168 ~ Waktu “Pagi-pagi, sebelum perempuan-perempuan membawa niru dan tampian kesawah. Dan sebelum anak-anak muda menyandang bajaknya” Halaman 26 “…Demikian seketika lohor hampir habis, orang tua itu pun pulang kerumahnya, diiringi oleh kedua cucunya. Lohor disini adalah waktu dzuhur, waktu yang terjadi pada siang hari.” Halaman 29 “Matahari telah hamper masuk ke dalam peraduannya. Dengan amat perlahan, menurutkan perintah dari alam gaib, ia berangsur turun,turun kedasar lautan yang tidak kelihatan ranah tanah tepinya.” Halaman 3 “Demikianlah, hampir seluruh malam Hayati karam di dalam permohonan kepada Tuhan” Halaman 36 ~ Latar Suasana “ setelah selesai surat itu dibacanya, dilihatnya Muluk kembali, kiranya kelihatan oleh Muluk pipinya telah penuh dengan air mata.” Halaman 200 Dia terhenyak di tempat duduknya, badannya gemetar, dan perkabaran itu dibacanya terus” halaman 201 Beberapa menit kemudian dibukanya matanya kembali, di isyaratkan pula Zainuddin supaya mendekatinya. Setelah dekat, dibisikkanya “bacakan dua kalimat suci…di telingaku.”” Halaman 206 VI. Amanat Ø “Demikian penghabisan kehidupan orang besar itu. Seorang di antara Pembina yang menegakkan batu pertama dari kemuliaan bangsanya; yang hidup didesak dan dilamun oleh cinta. Dan sampai matipun dalam penuh cinta. Tetapi sungguhpun dia meninggal namun riwayat tanah air tidaklah akan dapat melupakan namanya dan tidaklah akan sanggup menghilangkan jasanya. Karena demikian nasib tiap-tiap orang yang bercita-cita tinggi kesenangannya buat orang lain. Buat dirinya sendiri tidak” Halaman 212. Ø Jika cinta itu tulus dari hati yang sebenarnya, maka cinta itu tidak perlu memaksanakan untuk dimiliki. Ø Walaupun cinta tak tersampaikan, kita harus tetap menjaga cinta itu dengan baik. Ø Dalam hidup kita tidak boleh mudah putus asa dan harus selalu memiliki tujuan hidup. Ø Ikutilah kata hati dan juga dengan pemikiran jika ingin bertindak. Ø Cinta tak sampai seharusnya bukan akhir dari segalanya. Ø Cinta dapat membuat orang yang merasakan cinta itu melakukan segalanya untuk orang yang dicintai. Ø Cinta sejati dan tulus tak lekang oleh waktu. Ø Sejahat-jahat orang yang mencintai kita, sadarlah bahwa ia tidak pernah membenci kita. Ø Hidup merupakan pilihan yang harus kita pilih sendiri tujuan hidup Unsur Ekstrinsik Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck a. Biografi pengarang HAMKA adalah singkatan dari Haji Abdul Malik Karim Amrullah. Beliau lahir di Molek, Meninjau, Sumatra Barat, pada 17 Februari 1908. Ayah beliau bernama Syeh Abdul Karim bin Amrullah Haji Rasul.Ketika Hamka berumur sepuluh tahun ayahnya membangun Thawalib Sumatra di Padang Panjang. Di sana Hamka belajar tentang ilmu agama dan bahasa Arab. Disamping belajar ilmu agama pada ayahnya, Hamka juga belajar pada beberapa ahli Islam yang terkenal seperti Syeh Ibrahim Musa, Syeh Ahmad Rasyid, Sutan Mansyur dan Ki Bagus Hadikusumo. Pada tahun 1927 Hamka menjadi guru agama di Perkebunan Tinggi Medan dan Padang Panjang tahun 1929. tahun 1957-1958 Hamka sebagai dosen di Universitas Islam Jakarta dan Universitas Muhamadiyah Padang tertarik pada beberapa ilmu pengetahuan seperti sastra, sejarah, sosiologi, dan politik. Pada tahun 1928 Hamka menjadi ketua Muhammadiyah di Padang Panjang. Tahun 1929 beliau membangun “Pusat Latihan Pendakwah Muhammadiyah” dua tahun kemudian menjadi ketua Muhammadiyah di Sumatra Barat dan Pada 26 juli 1957 beliau menjadi ketua Majelis Ulama Indonesia. Hamka sudah menulis beberapa buku seperti Tafsir Al-Azhar 5 jilid dan novel seperti; Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Di bawah Lindungan Ka’bah, Merantau Ke Deli, Di dalam Lembah Kehidupan dan sebagainya. Hamka memperoleh Doctor Honoris Causa dari Universitas Al- Azhar 1958, Doctor Causa dari Universitas Kebangsaan Malaysia 1974 dan pada 24 juli 1981 Hamka meninggal dunia. b. Latar belakang penulisannya Latar belakang pengarang yang hidup dilingkungan agama yang kental sejak kecil memberi pengaruh pada karya sastra yang dihasilkanya. Seperti yang telah disebutkan judul karya satra yang dicipkannya identik dengan agama dan kisah mengenai perjalanan hidup. c. Masyarakat yang melihat dari nilai-nilai yang berkembang 1 Nilai sosial saling menolong antar sesama 2 Nilai ekonomi hemat, berniaga 3 Nilai budaya perjodohan 4 Nilai politik mempengaruhi orang lain mengikuti suatu kaum 5 Nilai agama laki-laki tidak boleh berdekatan dengan wanita - Novel Tenggelamnya Kapal van der Wijck merupakan karya dari Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau populer sebagai Buya Hamka, dan terbit pertama di tahun 1939. Pada awalnya, cerita tersebut dimuat sebagai cerita bersambung di majalah Pedoman Masyarakat, tempat Buya Hamka bekerja sebagai pimpinan redaksi tahun 1938, di Medan. Berlatar belakang kehidupan di Minangkabau, tanah asal Buya Hamka, dengan masalah adat yang berlaku pada saat itu perihal warisan, perjodohan dan kawin paksa, serta pertalian darah dan status sosial yang sangat kuat berakar. Adat tersebut dianggap bertentangan dengan syariat agama Islam, demikian seperti dilansir laman Kemdikbud. Novel ini laris di pasaran sejak cetakan pertamanya serta telah dicetak berkali-kali hingga saat ini. Tenggelamnya Kapal van der Wijck bahkan menjadi bacaan sastra yang wajib bagi kalangan pelajar di Indonesia dan Malaysia, sebab novel tersebut juga diterbitkan dalam bahasa Melayu. Melalui novel tersebut, Buya Hamka menyerukan persatuan bangsa untuk kaum pribumi, serta meninggalkan adat budaya yang tidak sesuai dan merugikan. Walaupun di tahun 1962 sempat diterpa isu bahwa Buya Hamka melakukan plagiat dari novel karya Jean-Baptiste Alphonse Karr yang berjudul Sous les Tilleuls 1832, namun tudingan tersebut tidak benar. Hamka disebut terinspirasi dari peristiwa tenggelamnya sebuah kapal di tahun 1936, dan memasukkan kejadian tragis tersebut sebagai bagian akhir atau klimaks dari cerita di dalam juga Sinopsis Novel "Azab dan Sengsara" Karya Penulis Merari Siregar Sinopsis Novel "Salah Asuhan" Karya Abdoel Moeis Sinopsis Novel "Tenggelamnya Kapal van der Wijck" Pendekar Sutan membunuh Mamaknya saudara laki-laki ibunya karena masalah warisan, sehingga ia harus dihukum dengan diasingkan ke luar dari Batipuh, Minangkabau dan dipenjara di Cilacap selama 12 tahun. Usai menjalani hukuman tersebut, Sutan pun pergi merantau ke Makassar dan berjumpa dengan wanita bernama Daeng Habibah. Ia lalu menikahinya. Mereka memiliki seorang putra yang dinamai Zainuddin. Namun tak lama setelah melahirkan, Daeng Habibah meninggal karena penyakit. Sutan pun menyusul tak lama setelah istrinya meninggal. Zainuddin yang hidup sebatang kara lalu diasuh oleh Mak Base. Setelah dewasa, Zainuddin memutuskan pergi ke tanah kelahiran ayahnya di Batipuh, Minangkabau. Akan tetapi, bukannya disambut dengan baik oleh sanak keluarga sang ayah, Zainuddin malah diacuhkan. Itu karena ia memiliki darah ibu dari luar suku Minangkabau, walau ayahnya berasal dari sana. Ia dianggap sudah terputus darah dengan keluarganya di Batipuh, sebab daerah Minangkabau menganggap wanita lah yang menjadi kepala keluarga matrilineal dan menjadi penyambung keturunan. Di tempat yang baru itu, Zainuddin memiliki seorang teman bernama Hayati, wanita asal Minang yang kerap jadi tempatnya berkeluh kesah melalui surat. Keduanya kemudian lama kelamaan saling suka, karena Hayati merasa kasihan pada Zainuddin yang terlunta-lunta. Namun, mamak Hayati menyuruh Zainuddin pergi keluar dari Batipuh karena tak suka dengan hubungan mereka. Zainuddin pun pergi ke Padang Panjang, meninggalkan Hayati yang berjanji untuk setia. Mamak Hayati kemudian menjodohkan wanita itu dengan Azis, pria Minang yang berasal dari keluarga terpandang serta kaya. Hayati mau tidak mau menerima pinangan Azis dan menikah dengannya. Zainuddin yang mengetahui bahwa kekasihnya Hayati sudah menikah dengan pria lain, kemudian memutuskan pindah ke Batavia bersama dengan temannya yang bernama Muluk. Ia mulai menjadi penulis yang karya-karyanya disukai banyak orang. Setelahnya, ia kembali hijrah ke Surabaya, dan tinggal di sana dengan pekerjaan yang mapan. Tak disangka, Azis pun pindah ke Surabaya bersama Hayati, istrinya. Namun karena sering bertengkar, rumah tangga Azis dan Hayati terpaksa berpisah. Azis yang dipecat dari pekerjaannya tak bisa lagi sombong dan terpaksa menumpang di rumah Zainuddin. Ia dan Hayati tinggal sementara di rumah mantan kekasih Hayati itu, yang kini sudah menjadi penulis terkenal. Karena frustasi, Azis memutuskan bunuh diri dan menuliskan surat wasiat untuk Zainuddin. Ia meminta Zainuddin menjaga Hayati. Zainuddin menolak menerima Hayati kembali, karena sakit hati wanita itu sudah menghianati dirinya. Ia malah membelikan untuk Hayati sebuah tiket kapal Van Der Wijk yang berlayar dari Jawa ke Sumatera. Dengan sedih karena suaminya meninggal dan Zainuddin menolaknya, Hayati pun pulang ke Minang. Di perjalanan, kapal Van Der Wijk tenggelam namun sebagian penumpangnya berhasil diselamatkan di rumah sakit wilayah Tuban. Zainuddin yang mendengar kabar tersebut segera berangkat ke Tuban untuk mencari Hayati. Di rumah sakit, ia menemukan Hayati sedang sekarat dan kemudian meninggal dunia. Muluk, teman Zainuddin mengatakan bahwa Hayati sebenarnya masih mencintai Zainuddin. Mendengar hal itu, Zainuddin menyesali dirinya. Setelah memakamkan Hayati, Zainuddin dilanda kesedihan panjang dan jatuh sakit pula. Kondisi tubuhnya menjadi lemah, dan tak lama kemudian Zainuddin meninggal. Zainuddin dan Hayati dimakamkan berdampingan di tanah Jawa. Biografi Haji Abdul Malik Karim Amrullah Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau Hamka lahir pada 17 Februari 1908 di Nagari Sungai Batang, Agam, Sumatera Barat. Ayahnya adalah seorang ulama, sehingga Hamka dibesarkan dengan nilai-nilai Islam yang kuat. Hamka meneruskan sekolah agama di Diniyah School, yang membuatnya pandai berbahasa Arab. Ia lalu melanjutkan sekolahnya ke Thawalib di Padang Panjang untuk menghapal kitab klasik, nahwu, dan shorof, juga syair berbahasa Arab. Ia juga sempat belajar di Mekah namun kemudian kembali ke tanah air setelah tamat. Namun sebagai remaja normal, Hamka dikisahkan juga suka menonton film di bioskop, demikian dikutip laman Dari situ kecintaannya pada sastra makin besar. Selain piawai dalam bidang agama yang membawanya menjadi seorang tokoh agama yang disegani, Hamka dewasa juga adalah seorang sastrawan handal, sekaligus guru juga jurnalis. Di tengah kecamuk penjajahan, Hamka lalu terjun pula di bidang politik dan menjadi anggota Partai Masyumi. Setelah partai tersebut dibubarkan, Hamka aktif di Muhammadiyah serta sempat menjabat Ketua MUI yang pertama. Ketokohan Hamka membuat sebuah universitas milik Muhammadiyah memakai namanya, yakni Universitas Hamka. Jasanya dalam bidang politik di saat pergerakan kemerdekaan membuat Hamka mendapat gelar Pahlawan Nasional. Karya Novel Hamka yang paling populer adalah Di Bawah Lindungan Ka’bah serta Tenggelamnya Kapal Van Der juga Kisah Buya Hamka dan Awka Kakak Ulama, Adik Pendeta Buya Hamka Politikus tanpa Dendam, Modernis yang Serius Bertasawuf Biografi Singkat Buya Hamka Sejarah, Latar Pendidikan & Pemikiran - Sosial Budaya Kontributor Cicik NovitaPenulis Cicik NovitaEditor Dhita Koesno

analisis novel tenggelamnya kapal van der wijck